Hampir 12 bulan sejak keluarga Ampatuan dituduh melakukan pembunuhan terhadap 57 orang untuk menyingkirkan tantangan pemilih lawan politik, anggota keluarga dari mereka yang dibunuh khawatir bahwa persidangan akan molor bertahun-tahun.
"Di dalam hati saya memaafkan tapi kami memerlukan keadilan. Mereka harus membayar apa yang telah mereka lakukan pada kami," ujar Editha Tiamzon, janda Daniel Tiamzon, salah satu dari empat kru televisi lokal UNTV yang dibunuh.
"Kapan persidangannya akan berakhir? Hanya Tuhan yang tahu tapi kami tidak bisa menunggu selamanya."
Andal Ampatuan Jr diduga memimpin ratusan militer pribadi klan dalam menghentikan konvoi yang membawa keluarga lawan politiknya di provinsi Maguindanao, sebelum kemudian dan menembaki dan mengubur mereka.
Klan Ampatuan telah menguasai Maguindanao selama satu dekade dengan perlindungan dari mantan presiden Gloria Arroyo, yang menggunakan militer pribadi keluarga itu sebanyak 5,000 personil untuk mengatasi pemberontak Muslim dan menguatkan kekuasaannya sendiri.
Arroyo diduga mengabaikan perbuatan keterlaluan klan itu, termasuk pembunuhan massal terhadap lawan politik dan korupsi besar-besaran yang mengubah Maguindanao menjadi salah satu provinsi termiskin di negara itu.
Di antara mereka yang terbunuh pada tanggal 23 November tahun lalu itu adalah 32 jurnalis yang ikut dalam konvoi itu.
Ampatuan Jr dan lima anggota klan lain ada di antara 196 orang yang didakwa atas pembunuhan tersebut.
Ribuan pengikut menggelar reli di luar sementara Zaldy Ampatuan, gubernur wilayah otonom Muslim, mengatakan bahwa keluarganya telah menyewa satu tim pengacara untuk membela saudara laki-lakinya, yang telah ditahan sebagai tersangka utama dalam pembantaian tanggal 23 November ini.
Ia meminta publik untuk menghormati hukum dan tidak menghakimi saudara laki-lakinya itu, menambahkan bahwa ia akan menolak rencana menteri dalam negeri Presiden Gloria Macapagal Arroyo untuk menonaktifkan dirinya dan beberapa pejabat lain dari wilayah otonom yang ia kepalai.
"Kami telah dihakimi secara dini dan tanpa bukti," ujar Ampatuan kepada lusinan jurnalis di rumahnya di kota Shariff Aguak, ibukota provinsi Maguindanao, sekitar 545 mil selatan Manila.
Secara keseluruhan, 57 orang tewas ditembak dalam jarak dekat dalam sebuah serangan paling mematikan di dunia terhadap media. Para pria bersenjata itu dituding dipimpin oleh saudara laki-laki Zaldy, Andal Ampatuan Jr., yang kini menghadapi tuntutan pembunuhan. (rin/bp)www.suaramedia.com