-->

Jerman Rubah Belasan Imam Jadi Media Integrasi

BERLIN (SuaraMedia News) – Para imam terkadang dicitrakan sebagai agen perpecahan dan radikalisasi. Namun, sebuah program pelatihan baru di Jerman bertujuan untuk mengeksploitasi potensi mereka  sebagai kekuatan integrasi.

Lima belas imam memulai kursus minggu ini sebagai bagian dari "Imam untuk Integrasi", sebuah program berdurasi empat bulan yang didesain untuk membuat mereka fasih dalam bahasa dan budaya Jerman.

Kebanyakan imam Jerman tumbuh dan menerima pelatihan agama di luar Jerman, seringkali di Turki. Kantor urusan agama Turki secara reguler mengirim ahli teologi ke lebih dari 800 Masjid yang berafiliasi dengan DITIB (Diyanet Işleri Türk-Islam Birliği, organisasi Islam terbesar di Jerman) , namun hanya beberapa yang dilengkapi dengan keahlian berbahasa Jerman.

"Imam untuk Integrasi" adalah sebuah inisiatif bersama yang diorganisir oleh Institut Goethe, Kantor Federal untuk Migrasi dan Pengungsi (BAMF), serta  Asosiasi Jamaah Muslim Turki di Jerman, DITIB.

"Imam dapat memainkan sebuah peran yang penting dan mendukung integrasi, sebagai pembangun jembatan dan mediator di antara migran dan masyarakat mayoritas," ujar presiden kantor migrasi Albert Schmid.

Sebuah studi yang dilakukan oleh kantor migrasi pada tahun 2006 menemukan bahwa terdapat antara 3.8 juta dan 4.3 juta Muslim di Jerman, membentuk sekitar 5% dari total populasi.

Dimulai dengan 15 partisipan di Nuremberg, pihak penyelenggara berharap dapat memperluas proyek untuk mencakup 135 pria dan wanita (yang dapat bertindak sebagai pemimpin sholat dalam Islam) di sembilan kota dalam tiga tahun ke depan.

Program ini terdiri dari 500 jam pelajaran bahasa Jerman dan 12 hari pelajaran tentang topik-topik antarbudaya dan Jerman, seperti kekuasaan negara, kehidupan di dalam sebuah masyarakat yang pluralistik, keragaman relijius, sistem pendidikan, migrasi, dan layanan sosial.

Penghalang bahasa dan budaya tidak hanya menghambat komunikasi antara imam dan masyarakat sekuler Jerman, tapi juga menyulitkan komunikasi dengan anggota berbahasa Jerman dari jamaah dengan sedikit atau bahkan tidak ada orang Turkinya. Dan jika imam tidak memahami sistem pendidikan dan kerja layanan sosial, maka akan sulit untuk menawarkan saran yang dicari oleh para anggota.

"Kursus yang ditawarkan ini ditujukan pada para ahli, pada orang-orang dengan latar belakang agama yang telah mapan, yang memiliki kemampuan untuk berperan sebagai suri tauladan bagi mereka yang mempercayainya," ujar Sadi Arslan, direktur DITIB. "Kami terinspirasi untuk belajar bahasa, dan karena itu terbukalah pintu menuju dunia yang baru."

Program yang diluncurkan pada hari Kamis di Nuremburg ini bukan satu-satunya yang bertujuan menyediakan pendidikan Jerman kepada para imam yang mendapat pelatihan di luar negeri. Universitas Osnabrueck juga telah menawarkan kursus dalam instruksi agama Islam sejak tahun 2008, dan musim panas ini negara bagian Lower Saxony mengumumkan rencana untuk memberikan pendidikan yang berkelanjutan bagi para imam. (rin/mn) www.suaramedia.com