Asosiasi yang berurusan dengan pelanggaran HAM dan kebebasan sipil oleh Israel ini mengatakan dalam sebuah laporan bahwa Israel sengaja membantai warga Gaza dengan menutup akses mereka ke kebutuhan penting dan material bangunan untuk membangun kembali rumah-rumah mereka yang hancur akibat perang.
Laporan itu juga menekankan bahwa pendudukan Israel di tanah Palestina telah menciptakan sebuah sistem aparteid, di mana hak-hak individual hanya dilindungi jika mereka adalah orang Israel.
Dikatakan juga bahwa tahun ini terjadi peningkatan praktik-praktik rasis dan posisi komunitas Israel yang tidak menerima hak-hak orang lain kecuali yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, terutama jika mereka adalah keturunan Palestina.
Laporan itu menambahkan bahwa syarat-syarat yang Israel terapkan telah melanggar hak asasi manusia dan melemahkan pondasi demokrasi.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa Israel telah mengeluarkan sejumlah hukum yang membatasi kebebasan berekspresi dalam cara-cara tertentu seperti Hukum Nakba yang menjatuhkan hukuman penjara bagi warga Palestina yang memperingati hari ketika Israel menduduki Palestina, atau hukum loyalitas yang mencabut kewarganegaraan seseorang yang tidak menunjukkan kesetiaan kepada rezim.
Di Tepi Barat, warga Israel dan Palestina terus hidup di dua realita yang terpisah dan berbeda, di mana warga Palestina dilarang bepergian dalam jarak tertentu untuk keuntungan Israel sendiri.
Menurut laporan tersebut, warga Israel dan Palestina adalah subyek bagi dua sistem peradilan yang terpisah, di mana hukum militer yang menjadikan warga Palestina sebagai subyek terasa lebih keras.
Warga Palestina di Tepi Barat juga menderita akibat kekurangan air, yang lagi-lagi demi keuntungan Israel, dan mereka terus menjadi korban serangan para pemukim Israel, dengan polisi dan militer yang tidak cukup untuk melindungi warga Palestina seperti yang diharuskan oleh hukum dan tidak cukup menghukum pelakunya. (rin/pi) www.suaramedia.com