-->

strategi israel turunkan kualitas hidup anak-anak gaza


Seorang anak Gaza tengah membaca kitab suci Al-Quran diantara serangan bengis negara Zionis Israel di negara tersebut. Akibat perang tersebut, tak sedikit anak-anak Gaza yang mengalami goncangan mental sehingga mempengaruhi kualitas hidup mereka. (SuaraMedia News)

Seorang anak Gaza tengah membaca kitab suci Al-Quran diantara serangan bengis negara Zionis Israel di negara tersebut. Akibat perang tersebut, tak sedikit anak-anak Gaza yang mengalami goncangan mental sehingga mempengaruhi kualitas hidup mereka. (SuaraMedia News)

BETHLEHEM (SuaraMedia News) – Kondisi kehidupan yang tidak dapat ditoleransi di Tepi Barat dan Jalur Gaza, telah memaksa banyak keluarga Palestina untuk meninggalkan tanah dan kediaman mereka, sebagai akibatnya, anak-anak menjadi terlantar dan mengalami penurunan kualitas hidup, peringatan tersebut disampaikan oleh Save the Children, Inggris, pada hari Selasa (27/10).

Laporan tersebut memperingatkan mengenai bahaya yang dapat terjadi akibat strategi keji Israel yang mengusir anak-anak dari hunian mereka selama serbuan mereka di Gaza. Peringatan tersebut melebihi peringatan yang biasa mereka sampaikan mengenai dampak-dampak berbahaya dari penghancuran rumah terhadap keluarga dan anak-anak.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa para keluarga Palestina yang tinggal di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza harus menerima nasib buruk, kekurangan makanan dan minuman, tingkat pengangguran yang tinggi, ancaman finansial, terpisahnya para anggota keluarga karena harus bekerja dan tinggal di kota lain, serta pupusnya harapan anak-anak untuk mengenyam pendidikan karena kesulitan untuk pergi keluar rumah atau kewajiban untuk menggarap tanah atau meggembalakan ternak sebagai kepala keluarga.

"Kami selalu menyadari bahwa kehidupan di daerah-daerah tersebut memang amat sulit, namun hasil penelitian yang baru menunjukkan betapa buruknya keadaan di lapangan. Ada banyak keluarga yang kami temui tengah berada pada titik ujung perpecahan," kata Direktur Save the Children UK, Salam Kanaan.

"Tanpa adanya masa depan yang pasti, kehidupan anak-anak menjadi terancam. Rasa takut akan serangan, digabungkan dengan keharusan untuk berjuang setiap hari demi mendapatkan kebutuhan-kebutuhan pokok, telah membuat anak-anak menjadi depresi dan trauma."

Menurut laporan tersebut, hampir setengah dari anak-anak Palestina yang tinggal di wilayah beresiko tinggi terpaksa meninggalkan rumah sejak dimulainya Intifada kedua pada tahun 2000.

"Jajak pendapat tersebut menyoroti adanya sebuah pola pengabaian dan isolasi dari komunitas Palestina," demikian bunyi pernyataan dari kelompok tersebut.

Ada sejumlah data statistik yang mengkhawatirkan:

Hanya 37% orang yang tinggal di wilayah beresiko tinggi memiliki asupan makanan yang memadai, dibadndingkan dengan orang yang tinggal di wilayah lainnya.

Di wilayah Tepi Barat, 92% keliarga Palestina tidak mendapatkan akses perawatan kesehatan, dibandingkan dengan 34% yang terdapat di wilayah jajahan lainnya.

Hanya 2% orang yang tinggal di Tepi Barat memiliki akses terhadap sanitasi, jauh berbeda dibandingkan degan 61% yang ada di luar wilayah tersebut.

Di Jalur Gaza, hanya ada 9% keluarga yang tinggal di dekat atau di dalam zona netral yang mengatakan bahwa mereka merasa aman, dibandingkan dengan 55% yang berada di luar wilayah tersebut.

Satu-satunya cara untuk memastikan adanya bantuan yang layak bagi para keluarga di wilayah perbatasan dan wilayah agrikultur, adalah penghentian tindakan-tindakan keterlaluan Israel yang -berujung pada pengusiran, termasuk penghancuran rumah-rumah Palestina dan menetapkan kebijakan zona aman Gaza secara jelas, dan sejalan denga kewajiban hukum internasional untuk melindungi para penduduk yang berada di bawah penjajahan.

Beberapa saat lalu, Israel juga telah menutup jalur air bersih ke Gaza, mengalihkannya untuk Israel. (dn/mn) www.suaramedia.com