-->

Teuku Rezasyah: Bantuan Asing Pada Kasus AirAsia Banyak Motif


+ResistNews Blog - Pencarian penumpang AirAsia QZ8501 masih berlangsung. Bukan hanya awak negeri, negara asing juga ikut terjun di perairan Indonesia. Tercatat 12 negara aing turutnyemplung ke lautan Indonesia.

Rusia mengerahkan dua pesawat canggihnya, jet amfibi Beriev (BE)-200 dan Illyushin. Namun, yang digunakan untuk proses evakuasi hanya pesawat amfibi. Selain pesawat, Rusia juga mengirimkan 22 penyelam tangguh, 24 tim penyelamat, satu dokter, dan dua asisten medis.

Menurut Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya FHB Soelistyo di kantornya, jet tempur milik Rusia bisa diandalkan untuk menemukan bangkai pesawat tipe Airbus A320-200 itu. Kehadiran BE-200 sudah mencuri perhatian publik sejak awal. Sebab, pesawat tetap bisa mendarat di laut kendati gelombang setinggi 1,5 meter menghalangi proses pencarian.

Selain Rusia, beberapa negara sudah resmi bergabung. Mereka antara lain AS, Singapura, Malaysia, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Prancis, Jepang, Inggris, Uni Emirat Arab, dan terbaru Cina.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Christiawan Nasir, mengatakan, sembilan negara di antaranya telah diberikan izin melintas oleh Pemerintah RI. Untuk itu, mereka legal beroperasi di Indonesia.

Maka, sejak satu pekan terakhir, wilayah perairan sepanjang Laut Jawa hingga ke Selat Karimata tiba-tiba penuh dengan kapal-kapal asing. Begitu pula dengan wilayah udara. Pihak asing seolah berlomba-lomba membantu Indonesia untuk mengevakuasi jasad dan bangkai pesawat AirAsia QZ8501.

Padahal, sebelumnya, Basarnas secara terbuka hanya meminta bantuan kepada tiga negara yakni Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.

Soal banyaknya bantuan asing yang datang menghampiri Indonesia, Bambang menjawab, “Semua yang hadir di daerah operasi itu awal mulanya adalah keinginan mereka untuk membantu kita,” ungkap Bambang di kantornya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa.



Motif di Balik Pencarian

Tidak dipungkiri bahwa dari 12 negara tersebut mereka membantu pencarian. Namun, apakah bantuan asing itu benar-benar diberikan kepada Indonesia atas dasar solidaritas? Di mata pengajar program studi Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, negara asing tidak sepenuhnya bertujuan membantu Indonesia. Pria yang akrab disapa Reza berpendapat, di balik rasa solidaritas itu, ada motif tersembunyi.

“Tentu hidup dalam era globalisasi seperti sekarang, semua negara harus bermitra satu sama lain. Tetapi, jujur lautan Indonesia merupakan lokasi yang strategis. Bisa jadi, melalui misi ini mereka ingin pamer kekuatan atau ingin mengeksplorasi laut kita,” papar Reza dikutip dari VIVAnews pada Selasa (6/1).

Dia menambahkan, melalui misi ini, masing-masing negara seolah-olah ingin menunjukkan alutsista terbaik milik mereka. Dengan begitu, maka secara tidak langsung bisa membuat otoritas pertahanan di Indonesia ngiler dan akhirnya membeli alutsista tersebut.

Analisis Reza itu seolah menjadi kenyataan ketika Panglima TNI, Jenderal Moeldoko melontarkan pujiannya terhadap kemampuan alutsista milik Negeri Paman Sam. Moeldoko berkesempatan menjajal helikopter Seahawk untuk memantau proses evakuasi korban dan pesawat AirAsia di Landasan Udara Iskandar, Pangkalan Bun, Kalteng. Moeldoko juga tidak bisa menyembunyikankekagumannya ketika berkunjung ke atas kapal militer penghancur, USS Sampson.

“Kita ngiler lihat alutsista mereka. Ada heli flipper. Luar biasa untuk alutsista kita, terutama TNI AL,” ujar Moeldoko.

Bahkan, dia tidak segan mengungkapkan ketertarikannya untuk melengkapi kekuatan AL Indonesia dengan helikopter tersebut.

Pesawat Rusia, BE-200, kabarnya juga tengah dilirik oleh Pemerintah Indonesia. Sebab, dapat membantu untuk mengamankan kedaulatan NKRI dari aksi pencurian ikan.

Sementara itu, motif eksplorasi laut, ungkap Reza, diwujudkan dengan melakukan pemetaan bawah air atau hidrografis. Hal tersebut, menurut analisis Reza, bisa dilakukan ketika AL asing menurunkan perangkat-perangkat di laut dangkal milik Indonesia.

“Data-data seperti pergeseran arus laut sangat bermanfaat bagi penyelaman AL mereka, misalnya jika mereka ingin mengerahkan kapal selam. Belum lagi di wilayah perairan lokasi jatuhnya pesawat terdapat tiga arus air yakni atas, bawah dan tengah. Hal itu jarang ditemui di tempat lain,” ujar Reza.

Pihak asing juga bisa mempelajari latihan penyelaman, pengerahan kapal dan koordinasi antara Basarnas dengan pihak lain di Indonesia, termasuk TNI. Reza menyimpulkan, misi tersebut layaknya laboratorium bagi pihak asing, karena momentum semacam ini tidak selalu terjadi.

Menurut pria yang juga kakak Duta Besar RI untuk Kanada itu, idealnya dalam proses evakuasi, Basarnas bekerja sendiri dan tidak didampingi pihak asing. Reza berpendapat, kemampuan Basarnas sudah diakui dunia, bahkan sejak awal pesawat dinyatakan hilang kontak, mereka sudah mengetahui titik lokasinya.

“Aspek asing bisa membantu dan dinilai lebih netral dalam proses identifikasi jenazah penumpang,” ujarnya.

Bantuan dari negara asing, kata Reza, bisa ditolak tanpa merusak hubungan bilateral kedua negara. Asal, dilakukan sejak awal dan pemimpin nasional bertindak tegas.

“Kita bisa memberikan laporan perkembangan dan rencana aksi hingga satu bulan kepada pihak asing. Lalu, tunjukkan bagaimana sirkulasi kapal dan pesawat beroperasi setiap hari. Jika ada informasi itu, mereka akan mengerti,” kata Reza.

Mengetahui adanya operasi besar-besaran di laut, TNI mengklaim akan menyebar intel dan mengawasi pergerakan mereka.

“Mereka hanya diperbolehkan beraktivitas di area yang telah ditentukan,” kata Pangkoops Angkatan Udara, Agus Dwi Putranto.

Namun, Reza meragukan kemampuan yang digunakan oleh intelijen TNI. Sebab, rata-rata alutsista yang digunakan oleh asing sudah melampaui alutsista yang digunakan oleh Indonesia.

“Apakah mereka bisa mengetahui misalnya ketika ada operasi diam yang dilakukan oleh pihak asing yang tengah memasang radar bawah laut dan tidak terdeteksi oleh sonar. Apakah intelijen TNI sanggup untuk mengendalikan mereka?,” tanya Reza.

KEcelakaan Pesawat AirAsia QZ8501 masih menimbulkan polemik dan misteri, namun nampaknya dengan hadirnya banyak negara, terutama negara-negara yang track record-nya ‘senang usil’ di negara lain, malah akan menjadi misteri tersendiri nantinya. (viva/lasdipo/ +ResistNews Blog )