+ResistNews Blog - Noam Chomsky, kritikus politik dan ahli bahasa dari AS, mengecam model “kebebasan berbicara” ala Barat yang cenderung menunjukkan wajah munafik setelah serangan mematikan terhadap majalah Charlie Hebdo.
Penilaian timpang oleh Barat tentang pembunuhan wartawan dinilai Chomsky sebagai hal yang munafik karena hanya berlaku dalam kasus tertentu saja.
“Di seluruh dunia, pembunuhan wartawan kerap terjadi namun hanya beberapa saja yang mendapat perhatian,” ujar Chomsky. “Mengapa pembunuhan 12 wartawan di kantor Charlie Hebdo terus mendapat perhatian yang amat besar dan luas.”
Dalam sebuah artikel yang dimuat oleh CNN, Senin (19/1), Chomsky mengatakan tahun 1999 rudal NATO telah menghantam televisi Serbia dan 16 jurnalis tewas. Namun kemunafikan media Barat terlihat dengan tidak ada aksi solidaritas sedikitpun, karena NATO dan AS menganggapnya corong propaganda Slobodal Milosevic.
Sementara itu Zionis Israel telah jelas terbukti membunuh banyak wartawan di Jalur Gaza pada musim panas 2014 namun Barat hanya bungkam. “Sebagian besar terbunuh di dalam kendaraan yang bertuliskan press saat itu. Namun tidak ada yang meratapi pembunuhan mereka,” tulis Chomsky.
Seluruh wartawan itu, yang tewas dari Serbia sampai ke Palestina, juga memperjuangkan kebebasan berbicara dan kebebasan menyampaikan fakta namun media Barat tetap munafik.
Jadi, mengapa orang harus meratapi kematian wartawan Charlie Hebdo padahal merekalah yang telah memulai memantik emosi umat Islam. Chomski juga menganggap pemerintah Prancis telah terlibat dalam pelanggaran sistematis terkait kebebasan berbicara.
Menurut Chomsky, UU Gayssot membuat Prancis secara legal mengusir orang-orang Roma dan membiarkan pengungsi Afrika hidup dalam kondisi menyedihkan, seraya tak henti mendukung Zionis di Israel.
“UU itu mengesampingkan kenyataan sejarah dan memperlihatkan bukti kemunafikan Prancis dan Barat dalam kebebasan berbicara,” demikian ungkap Chomsky. [lasdipo/ +ResistNews Blog ]