Para ulama telah berijma’ (bersepakat) akan kafirnya seorang yang menghina ataupun mencela Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam jika pencela itu adalah seorang muslim.
Adapun sandaran ijma ini berasal dari firman Allah ta’ala surat At-Taubah 64-66. Ulama’ yang menukil ijma’ akan kafirnya pelaku penghinaan terhadap Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam di antaranya:
Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata dalam kitab Al Muhala bil Atsar, “Telah benar adanya apa yang telah kami sebutkan bahwa setiap yang menghina Allah ta’ala ataupun mengolok-oloknya, ataupun menghina dan mengolok-olok salah satu dari malaikat-malaikat-Nya ataupun menghina dan mengolok salah satu nabi dari para nabi atau juga menghina ayat dari ayat-ayat Allah maka hal itu menjadikan pelakunya kafir murtad (keluar dari islam) dan baginya hukuman sebagai seorang murtad.“
Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah berijma’ bahwa siapa saja yang menghina Allah ataupun rasul-Nya atau menolak dari sesautu dari apa yang Allah turunkan ataupun membunuh seorang nabi, maka ia menjadi kafir dengan perbuatan tersebut sekalipun ia mengakui seluruh apa yang Allah turunkan.“
Imam Muhammad bin Sihnun rahimahullah berkata, “Para ulama telah berijma’ bahwa orang yang mencaci nabi ataupun menganggapnya cacat maka ia kafir dan ancaman baginya adalah adzab Allah dan hukumnya di kalangan ummat ini adalah dibunuh dan barangsiapa yang ragu akan kekafirannya maka iapun telah kafir.“
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan pendapat yang benar dalam masalah ini bahwa orang yang menghina sekalipun ia seorang muslim maka ia kafir dan dibunuh tanpa adalanya perbedaan pendapat dan inilah pendapat imam yang empat (Imam Hanafi, Malik, Syafi’i dan Ahmad) serta yang lainnya.
Berikut beberapa kisah ‘heroik’ para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang memutuskan untuk membela Nabi Muhammad Sallahu ‘alaihi wasallam dan menebas para pencelanya.
1. Strateginya Muhammad bin Maslamah Menikam Ka’ab bin Al-Asyraf Karena Menghina Nabi, atas Rekomendasi Rosulullah
Dari Jabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Siapakah yang akan (mencari) Ka’ab bin Al-Asyraf. Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya “. Muhammad bin Maslamah pun segera bangkit berdiri dan berkata : “Wahai Rasulullah, apakah engkau suka jika aku membunuhnya ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Benar”. Maka Muhammad bin Maslamah berkata : “Ijinkanlah aku membuat satu strategi dahulu”. Beliau menjawab : “Lakukanlah !”.
Kemudian Muhammad bin Maslamah mendatangi Ka’ab bin Al-Asyraf dan berkata kepadanya : “Sesungguhnya laki-laki ini (maksudnya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) meminta kepada kita shadaqah. Sungguh, ia telah menyulitkan kita. Dan aku (sekarang) mendatangimu untuk meminjam kepadamu”.
Maka Ka’ab menjawab : “Aku pun juga demikian ! Demi Allah, sungguh engkau akan merasa jemu kepadanya”.
Ibnu Maslamah berkata : “Sesungguhnya kamu telah mengikutinya dan kami tidak akan meninggalkannya hingga kami melihat bagaimana keadaan yang ia alami kelak. Dan sesungguhnya kami berkeinginan agar engkau sudi meminjami kami satu atau dua wasaq makanan”.
Ka’ab berkata : “Ya, tapi hendaknya engkau menggadaikan sesuatu kepadaku”.
Ibnu Maslamah dan kawan-kawannya bertanya : “Jaminan apa yang engkau inginkan ?”.
Ka’ab menjawab : “Hendaknya engkau menggadaikan wanita-wanita kalian”.
Mereka berkata : “Bagaimana kami bisa menggadaikan wanita-wanita kami kepadamu sementara engkau adalah laki-laki ‘Arab yang paling tampan”.
Ka’ab berkata : (Kalau begitu), gadaikanlah anak-anak kalian”.
Mereka berkata : “Bagaimana kami bisa menggadaikan anak-anak kami, lantas akan dicaci salah seorang di antara mereka dengan mengatakan : ‘ia digadaikan dengan satu wasaq atau dua wasaq makanan’ ? Yang demikian itu akan membuat kami hina. Akan tetapi kami akan menggadaikan senjata kami”.
Maka Ka’b membuat perjanjian dengan Ibnu Maslamah agar ia (Ibnu Maslamah) mendatanginya (pada hari yang ditentukan). Maka Ibnu Maslamah pun mendatanginya pada suatu malam bersama Abu Naailah – ia adalah saudara sepersusuan Ka’ab. Mereka berdua pun memanggil Ka’ab untuk datang ke tempat senjata yang digadaikan. Ka’ab pun memenuhi panggilan mereka.
Istri Ka’ab bertanya kepada Ka’ab : “Mau pergi kemana malam-malam begini ?”.
Ka’ab menjawab : “Ia hanyalah Muhammad bin Maslamah dan saudaraku Abu Naailah”.
Istrinya berkata : “Sungguh aku mendengar suara bagaikan tetesan darah”.
Ka’ab berkata : “Dia itu saudaraku Muhammad bin Maslamah dan saudara sepersusuanku Abu Naailah. Sesungguhnya seorang dermawan jika ia dipanggil di malam hari meskipun untuk ditikam, maka ia akan tetap memenuhinya”.
Muhammad bin Maslamah masuk ke tempat yang telah ditentukan bersama dua orang laki-laki.
Ia (Ibnu Maslamah) berkata kepada mereka berdua : “Jika Ka’ab datang, maka aku akan mengucapkan sya’ir kepadanya, dan menciumnya. Jika kalian melihat aku sudah menyentuh kepalanya, maka pukullah ia”.
Muhammad bin Maslamah juga berkata : “Kemudin aku juga akan mempersilahkan kalian menciumnya pula”.
Ka’ab pun datang kepada mereka dengan pakaian yang indah dan bau yang harum semerbak.
Muhammad bin Maslamah berkata : “Aku belum pernah mencium bau yang lebih harum dibandingkan hari ini”.
Ia (Ka’ab) menjawab : “Aku memang mempunyai istri yang paham dengan minyak wangi yang paling unggul, dan ia adalah orang Arab yang paling baik”.
Muhammad bin Maslamah berkata : “Apakah engkau mengijinkan aku untuk mencium kepalamu ?”.
Ka’ab menjawab : “Ya, silakan”. Maka ia pun mencium kepala Ka’b, yang kemudian diikuti dua orang temannya yang ikut mencium kepalanya pula.
Muhammad bin Maslamah kembali berkata : “Apakah engkau mengijinkan aku untuk mencium kepalamu lagi ?”.
Ka’ab menjawab : “Ya”.
Ketika ia memegang kepala Ka’b, ia pun berkata kepada dua orang temannya : “Bunuhlah ia !”. Maka mereka pun membunuhnya. Setelah itu, mereka mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengkhabarkan perihal Ka’b bin Al-Asyraf”
(Muttafaq ‘alaih/ HR. Al-Bukhari no. 4037. Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 1801].
2. Kisah Laki-laki Buta yang Membunuh Budaknya Karena Mencaci Nabi, Tanpa Sepengetahuan Rosulullah
Dari Ibnu ‘Abbaas, Bahwasannya ada seorang laki-laki buta yang mempunyai ummu walad (budak wanita yang melahirkan anak dari tuannya) yang biasa mencaci Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallamdan merendahkannya.
Laki-laki tersebut telah mencegahnya, namun ia (ummu walad) tidak mau berhenti. Laki-laki itu juga telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau.
Hingga pada satu malam, ummu walad itu kembali mencaci dan merendahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki itu lalu mengambil pedang dan menebaskannya di perut budaknya hingga membunuhnya. Akibatnya, keluarlah dua orang janin dari antara kedua kakinya. Darahnya menodai tempat tidurnya.
Di pagi harinya, peristiwa itu disebutkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan orang-orang dan bersabda : “Aku bersumpah dengan nama Allah agar laki-laki yang melakukan perbuatan itu berdiri sekarang juga di hadapanku”.
Lalu, laki-laki buta itu berdiri dan berjalan melewati orang-orang dengan gemetar hingga kemudian duduk di hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, akulah pembunuhnya. Wanita itu biasa mencaci dan merendahkanmu. Aku sudah mencegahnya, namun ia tidak mau berhenti. Dan aku pun telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau (terus mencela Nabi). Aku mempunyai anak darinya yang sangat cantik laksana dua buah mutiara. Wanita itu adalah teman hidupku. Namun kemarin, ia kembali mencaci dan merendahkanmu. Kemudian aku pun mengambil pedang lalu aku letakkan di perutnya dan aku tekan hingga aku membunuhnya”.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saksikanlah bahwa darah wanita itu hadar / sia-sia”
(Hadist ini diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4361, An-Nasaa’iy no. 4070, dan yang lainnya; hadist shahih).
Darahnya itu hadar, maksudnya darah perempuan yang mencaci Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamitu halal ditumpahkan dan tak boleh ada balasan atas pembunuhnya (tidak ada qishah atasnya) dan tak boleh dikenakan diyat/ tebusan darah.
3. Hadist Seorang Lelaki yang Membunuh Wanita Yahudi Karena Memaki Rosulullah
Diriwayatkan dari As-Sya’bi dari Ali radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang wanita Yahudi telah memaki/menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mencelanya, maka seorang lelaki mencekiknya hingga mati, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan darahnya.
(HR Abu Dawud, menurut Al-Albani dalam Irwaul Ghalil hadits no 1251 ini isnadnya shahih sesuai syarat Imam Bukhari dan Muslim).
Maksud dari membatalkan darahnya adalah artinya darahnya halal untuk ditumpahkan.
4. Rosulullah Membentuk Regu Khusus untuk Membunuh Tokoh Yahudi Karena Melecehkan Rosulullah
Hadits Barra’ bin Azib tentang kisah satu regu suku Khazraj yang diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam untuk membunuh tokoh Yahudi Khaibar, Abu Rafi’ Salam bin Abil Huqaiq, karena ia sering mencaci maki dan melecehkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam.
Hadits tersebut diriwayatkan beberapa kali oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya dan kisahnya juga disebutkan dalam semua kitab di sirah nabawiyah. Di antara lafal hadits tersebut dalam shahih Bukhari adalah sebagai berikut:
Dari Barra’ bin Azib berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengirim beberapa orang sahabat Anshar untuk (membunuh) pemimpin Yahudi, Abu Rafi’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengangkat Abdullah bin Atik sebagai komandan regu untuk tugas tersebut. Abu Rabi’ adalah pemimpin Yahudi yang sering menyakiti dan memusuhi beliau. Ia tinggal di sebuah benteng miliknya di daerah Hijaz…” (HR. Bukhari no. 4039, Al-Baihaqi no. 18100)
Dari Barra’ bin Azib berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengirim beberapa orang sahabat Anshar untuk (membunuh) pemimpin Yahudi, Abu Rafi’. Maka Abdullah bin Atik memasuki (benteng dan rumah) Abu rafi’ pada malam hari saat ia tengah terlelap tidur, maka Abdullah bin Atik pun segera membunuhnya.” (HR. Bukhari no. 4038, Al-Baihaqi no. 18100).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Hadits ini menunjukkan kebolehan membunuh orang-orang mereka (kafir) yang sangat menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Abu Rafi’ adalah orang yang sangat memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan ia memprokovasi manusia untuk hal itu.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 6/156)
5. Umair bin Adi Membunuh Seorang Wanita yang Mengejek Nabi Muhammad Melalui Syair
Ibnu Abbas berkata, “Seorang wanita dari kabilah Khatamah bernama Asma’ binti Marwan mengejek Nabi Muhammad sahallahu ‘alaihi wa sallam melalui syairnya. Mendengar ejekan tadi Nabi Muhammad berkata kepada para sahabatnya, “Siapa yang siap menyelesaikan urusan wanita itu untukku ?” Seorang lelaki bernama Umair bin Adi bin Al-Khatami berdiri, “Saya”.
Lalu ia pergi mencari wanita tadi dan lalu membunuhnya. Setelah menyelesaikan tugasnya, dia langsung kembali dan melaporkannya kepada Rosulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Beliaupun kemudian bersabda, “Kambing betide sudah tak bisa lagi menanduk.”
Umair lalu menuturkan, “Lalu Nabi berpaling kepada paea sahabat yang ada di sekelilingnya dan kemudian berkata, “Apabila kalian ingin melihat lelaki yang menolong Allah dan Rosul-Nya secara diam-diam dan tidak diketahui orang maka lihatlah kepada Umair bin Adi”.”
(Disebutkan dalam Ash-Sharim Al Maslul, Ibnu Taimiyah rahimahullah)
6. Kisah Abu ‘Afak yang Dibunuh Salim ibnu ‘Umair
Kisah Abu ‘Afak yang dibunuh oleh Salim ibnu ‘Umair An-Najjar radhiyallahu ‘anhu karena telah menghina dan mencemooh Nabi sallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau tidak menghukumnya, bahkan membebaskannya tanpa syarat.
Kisah tersebut diriwayatkan oleh Al-Waqidi, Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, rohimahumullah.
7. Himbauan Abu Bakar untuk Membunuh Wanita yang Memaki Nabi Muhammad
Imam Saif bin Umar At-Tamimi dalam kitab Ar-Riddah wal Futuh menyebutkan bahwa ada dua orang wanita yang ditangkap dan dihadapkan kepada Muhajir bin Abi Rabi’ah, gubernur wilayah Yamamah dan sekitarnya. Wanita pertama menyanyikan lagu caci makian kepada Nabi shallallahu aIaihi wa salam. Wanita kedua menyanyikan lagu caci makian kepada kaum muslimin. Maka Muhajir bin Abi Umayyah menjatuhkan hukuman potong tangan dan pencabutan gigi seri kedua wanita tersebut.
Ketika berita itu sampai kepada khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq, maka beliau segera menulis surat kepada Muhajir bin Abi Rabi’ah tentang wanita yang menyanyikan lagu cacian kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam.
“Seandainya engkau tidak mendahuluiku menjatuhkan hukuman kepada wanita itu, tentulah aku akan memerintahkanmu untuk membunuh wanita itu. Sebab hukuman (mencaci maki) para nabi tidak sama dengan hukuman-hukuman lainnya. Jika caci makian kepada nabi itu diucapkan oleh seorang muslim, maka ia telah murtad. Dan jika caci makian kepada nabi itu diucapkan oleh seorang kafir yang terlibat perjanjian damai maka ia telah menjadi orang yang memerangi Islam dan mencederai perjanjian damai secara sepihak.”
(Ikfarul Mulhidin fi Dharuriyatid Dien, hlm. 104 dan Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, hlm. 200)
8. Umar bin Khattab Memutuskan Membunuh Laki-laki yang Mencaci Nabi Muhammad
Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan dari Mujahid bin Jabr berkata: “Seorang laki-laki yang mencaci maki Nabi shallallahu aIaihi wa salam dihadapkan kepada khalifah Umar bin Khathab, maka khalifah membunuhnya.
Khalifah Umar berkata: “Barangsiapa mencaci maki Allah atau mencaci maki salah seorang nabi-Nya, maka bunuhlah dia!”
(Ikfarul Mulhidin fi Dharuriyatid Dien, hlm. 104 dan Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, hlm. 201)