![]() Izzat Ibrahim al-Douri, mantan anggota Baath partai, pejabat Mukhabarat (intelijen) dan Garda Republik Khusus |
Siapa bilang para perwira eks Saddam sudah habis? Perwira tinggi eks Saddam ingin menggulingkan pemerintah Al-Maliki yang sebelumnya berkuasa. Pada titik ini, mereka punya kesamaan tujuan dengan mujahidin ISIS yang punya agenda lebih untuk menegakkan khilafah.
Benarkah eks Saddam membiarkan ISIS sebagai nama yang dikenal dunia internasional, tapi secara fungsi mereka tak kalah vital dalam upaya militer bersenjata menggulingkan pemerintah? Berikut kami terjemahkan satu ulasan yang membahas seputar geliat para perwira eks Saddam.
============
Ketika ISIS bergerak di Irak utara, militan Sunni mendapat bantuan penting dari kekuatan lama di negeri 1001 Malam itu- yaitu mantan anggota Partai Baath Saddam Hussein dan pasukannya-.
Satu pensiunan kolonel angkatan udara mengatakan bahwa ia adalah anggota sebuah dewan militer baru yang dibentuk untuk mengawasi Mosul; kota besar yang dikuasai oleh ISIS dan sekutu-sekutunya dari faksi bersenjata Arab Sunni.
Dia berbicara dalam sebuah wawancara telepon dari Mosul dan setuju untuk berbicara dengan menjaga anonimitas. Dia mengatakan khawatir jika menjadi sasaran. Setelah dikonfirmasi, pensiunan colonel AU Irak itu memang pernah menjabat sebagai kolonel di AU Irak selama pemerintahan Saddam yang digulingkan dalam invasi AS tahun 2003.
Mantan petugas pemerintah itu mengatakan bahwa ada beberapa faksi Arab Sunni bersenjata yang merasa terpinggirkan oleh pemerintah Syiah yang dipimpin Perdana Menteri Nouri al-Maliki.
“Mereka [ISIS] tidak bertanggung jawab. Mereka tidak bertanggung jawab [untuk] segalanya,” kata pensiunan colonel itu.
Dia menggambarkan ISIS sebagai salah satu dari lima faksi bersenjata besar yang menentang pemerintah. Yang lain terdiri dari orang-orang seperti dirinya yang sebelumnya berdinas di militer atau Partai Baath.
Izzat Ibrahim al-Douri, mantan anggota lingkaran dalam Saddam Hussein memimpin salah satu faksi bersenjata Sunni yang membantu ISIS dalam memerangi pemerintah Irak.
Salah satu faksi bersenjata terbesar adalah Naqshabandi. Dari namanya, seolah-olah mereka adalah dari sekte Sufi tapi pada dasarnya mereka adalah mantan Baath. Dipimpin oleh mantan kroni Saddam; Izzat Ibrahim al-Douri.
Dukungan lain untuk ISIS berasal dari pasukan yang setia kepada mantan jenderal Baath; Jenderal Mohamed Ahmed Younes, yang selama bertahun-tahun membantu pemberontakan Sunni.
Bantuan untuk ISIS juga datang dari kelompok-kelompok kecil pendukung setia Saddam dari aparat militer dan keamanan senior- orang-orang yang dinilai punya pengalaman taktis dan intelijen yang disempurnakan di bawah tangan besi pemerintahan Saddam.
“Mereka (ex. Officer Saddam) punya skill yang baik, pengalaman yang baik. Mereka mendapatkan pelatihan yang baik, dan mereka memiliki senjata yang baik, dan itu sebabnya mereka mendapat kemenangan cepat,” kata pensiunan colonel AU Irak itu.
Menurutnya, komponen kunci dari strategi militan ‘adalah membangun negara, bukan hanya kemenangan militer. Ia menambahkan bahwa sekarang dia sebagai anggota dewan ad hoc berusaha mengembalikan layanan dasar masyarakat ke Mosul.
Meski bendera hitam ISIS berkibar di atas kota, dan ISIS telah mengeluarkan undang-undang berdasarkan ideologi ekstrim, mantan colonel itu mengklaim bahwa yang mengendalikan kota sebenarnya adalah mantan perwira militer Saddam, bukan ISIS.
Tujuannya, kata dia, adalah untuk menghapus Al-Maliki dan mengambil alih negara. ISIS dapat berbagi untuk tujuan itu, tapi tidak jelas kelompok mana pada akhirnya akan lebih kuat.
Orang lain di luar gerakannya, termasuk mantan menteri dalam negeri Irak, Falah al-Naqib, setuju bahwa ISIS hanyalah ujung tombak, dan kekuatannya mungkin tidak lebih dari 15 % dari pasukan anti-pemerintah.
“Yang paling besar adalah mantan komandan militer, tentara atau mantan tentara yang telah dibubarkan,” kata Naqib.
Paul Bremer, yang memimpin pendudukan AS di Irak setelah invasi, membubarkan tentara Irak dan membuat ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan. Banyak analis mengatakan bahwa lahirnya pemberontakan Sunni terjadi disaat seperti ini.
Naqib mengatakan bahwa kelompok Sunni sepakat pada tujuan militer mereka, tetapi mereka tidak setuju pada ranah taktik. Dia menyebut bahwa ISIS telah membual di media online. Dia mengklaim sekitar 500 orang telah dieksekusi oleh ISIS sekitar kota Tikrit, dan hal itu memicu kemarahan mantan perwira yang mencoba menekan kelompok itu untuk berhenti.
Naqib yang beroperasi di Irak utara marah dan berusaha untuk membantu mencari solusi, karena dia takut apa yang akan terjadi jika para pejuang Sunni mencapai ibukota, Baghdad. Namun mantan kolonel di Mosul mengatakan upaya itu sudah terlambat untuk berdialog karena milisi Syiah sudah memobilisasi pasukan.
“Mereka membunuh orang hanya karena dia Sunni di Baghdad dan kemudian di Mosul mereka membunuhnya. Kenapa?” kata mantan colonel itu.
Dengan disponsori militer Irak, pemerintah Irak sekarang menyerukan paramiliter Syiah untuk ambil bagian dalam perjuangan membela negara. [lasdipo/ +ResistNews Blog ]