-->

‘Political Games’ Penjajah

Pada  awal tahun 2014 Dunia Islam masih terus bergolak. Dari berbagai peristiwa terkini yang terjadi di Turki, Mesir, Tunia, Irak, Suriah, Palestina dan negeri-negeri Islam lain, semuanya menunjukkan hal yang sama: kita masih menjadi obyek permainan politik (political games) negara-negara imperialis Barat.
Di Turki, skandal korupsi yang melanda rezim Erdogan menyebabkan krisis di negara itu.  Beberapa keluarga menteri ditangkap karena didakwa terlibat korupsi. Tidak lama kemudian sejumlah menteri kabinet  Erdogan mengundurkan diri.
Dalam analisisnya tertanggal  24 Shafar 1435 H/27 Desember 2013, Amir Hizbut Tahrir, Al-Alim al-Jalil asy-Syaikh ‘Atha Abu Rasytah, menyimpulkan yang terjadi di Turki saat ini pada dasarnya adalah pertarungan sesama agen Amerika: kubu Erdogan dan Fathullah Golan. Kedua kubu ini saling berebut pengaruh di Turki dan saling berharap mendapatkan dukungan yang kuat dari Amerika.
Erdogan dengan partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan,  selama ini menjadi kepanjangan kepentingan Amerika di Turki untuk menggeser pengaruh Inggris, terutama di kalangan militer. Pada awalnya, Erdogan mendapat dukungan penuh dari kubu Fathullah Golan. Namun belakangan, kedua kubu berselisih dan saling mengancam satu sama lain.
Erdogan melihat kubu Fathullah berusaha mendominasi pengaruhnya di Turki. Krisis mulai tampak sejak awal tahun 2011. Erdogan melihat, kelompok Fahullah Golan diam-diam melakukan penetrasi terutama di dinas keamanan dan peradilan. Terjadilah aksi dan reaksi antar dua kubu ini.
Erdogan berusaha menetralisir pengaruh kelompok ini. Pada awal tahun 2011, Erdogan mencoret beberapa calon anggota parlemen untuk Pemilu 2011 yang diduga berafiliasi ke kubu Golan. Beberapa pejabat di dinas keamanan dan pengadilan juga dicopot.
Kubu Golan tidak diam. Diam-diam mereka menyebarkan rekaman rahasia pembicaraan kepala dinas intelijen Turki serta pemimpin Partai Buruh Kurdistan dan Partai Ochalan di Oslo yang berlangsung antara tahun 2009 hingga 2010. Tujuannya untuk memojokkan Erdogan.
Saling aksi-reaksi terjadi di antara kubu, termasuk pengungkapan kasus korupsi yang terjadi pada orang-orang dekat Erdogan untuk menggoyang pemerintahannya. Menyusul setelah itu terjadi pencopotan beberapa pejabat kepolisian yang disinyalir di bawah pengaruh Golan. Lebih dari 700 pejabat kepolisian dipecat.
Satu hal yang sangat memukul kubu Golan pun dilakukan Erdogan, yaitu rencana menutup pusat-pusat bimbingan belajar yang akan diubah menjadi sekolah swasta yang wajib tunduk pada kurikulum negara. Selama ini pusat-pusat bimbingan belajar digunakan kubu Golan untuk menjadi sumber keuangan kelompok ini dan merekrut kader-kader mereka yang akan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
Amerika, setelah melemahnya pengaruh Inggris di Turki, cenderung membiarkan konflik kedua kubu yang sama-sama menjadi pelayan Amerika ini. Namun, Amerika cenderung lebih mendukung Erdogan karena kekuatan mesin partai politik yang dia miliki daripada Golan yang mengandalkan hubungan dengan syaikh dan murid-muridnya.
Kondisi yang mirip terjadi di Mesir. Amerika Serikat, melalui rezim kudeta Jenderal as-Sisi, berusaha menekan kelompok Al-Ikhwan. Paling tidak, Amerika berharap mampu menjinakkan visi ideologis Islam Al-Ikhwan menjadi moderat dan pragmatis.
Melalui referendum rancangan UUD yang berlangsung dalam atmosfir politik yang tegang dengan kontrol militer yang kuat termasuk media masa, rezim kudeta as-Sisi berusaha meredam kekuatan politik Islam. Ini tampak dari poin yang melarang pendirian partai politik yang berdasarkan agama.
Meskipun rezim militer mengklaim UUD ini akan menjadikan Mesir menjadi negara demokratis dengan pemerintahan sipil yang kuat, beberapa pasal justru tampak jelas ingin mengokohkan dominasi militer. Ini tidak jauh berbeda dengan rezim Mubarak yang ditumbangkan rakyat Mesir setelah terinsipirasi Arab Spring Tunisia.
Draft kontitusi ini justru dianggap melanggengkan kekuasaan militer yang  powerfull  dalam sejarah Mesir. Ini tampak dari poin yang  memberikan kontrol  penuh militer dalam penunjukkan menteri pertahanan, meskipun dibatasi dalam delapan tahun ke depan.
Anggaran militer pun berada di luar pengawasan sipil. Hal ini akan memberikan peluang korupsi atau penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan elit militer, termasuk akan menyulitkan pemberantasan korupsi yang selama rezim Mubarak sangat marak di tubuh militer. Padahal maraknya korupsi inilah yang menjadi salah satu pemicu pecahnya gerakan untuk melengserkan Mubarak.
Sulit pula dikontrol bantuan-bantuan negara-negara asing terhadap militer yang sarat dengan kepentingan politik negara-negara asing tersebut. Selama ini Mesir mendapat bantuan rutin dari Amerika, yang merupakan bantuan Amereika terbesar kedua untuk negara lain, setelah untuk Israel. Sebagian besar bantuan Amerika jatuh ketangan elit militer Mesir.
Bantuan ini kerap dianggap sebagai ‘suap politik’ Amerika untuk mempertahankan dukungan militer terhadap kepentingan negara Paman Sam ini, terutama kepentingan menjaga eksistensi Israel dan potensi munculnya gerakan Islam ideologis. Di sisi lain, bantuan ini digunakan oleh elit militer untuk bisa mempertahankan dukungan secara internal dari kalangan militer  dengan memberikan ‘jatah besar’ dan berbagai hak istimewa terhadap anggota militer.
Upaya mempertahankan cengkeraman militer jelas terlihat dari poin yang  memungkinkan warga sipil untuk diadili di pengadilan militer.  Dicurigai, poin ini akan digunakan militer untuk memberangus lawan-lawan politiknya dari kalangan sipil, terutama Al-Ikhwan. Pengalaman selama rezim Mubarak, pengadilan militer merupakan bagian dari institusi represif  yang kerap  digunakan Mubarak untuk mempertahankan kedudukannya.
Setelah melihat kasus-kasus di atas, pertanyaan pentingnya adalah bagaimana agar kita bisa membebaskan diri sebagai obyek political games ini? Caranya adalah menghilangkan dua hal yang menjadi  faktor penyebab mengapa kita menjadi obyek yaitu: keberadaan para penguasa boneka yang mengabdi  kepada negara imperialis Barat dan sistem kapitalis yang bukan berdasarkan syariah Islam.
Di sinilah mengapa perjuangan penegakkan kembali Khilafah yang menerapkan syariah Islam menjadi  sangat penting. Khilafahlah yang akan menumbangkan para penguasa boneka dan mengganti sistem kufur menjadi sistem Islam. Dengan khalifah yang amanah berikut sistem Islam yang berpihak kepada umat Islam, kita bisa benar-benar merdeka dari penjajahan Barat. Tanpa itu, jangan harap! [Farid Wadjdi]