-->

Tolak Toleransi Untuk Corby!


Wanita asing ini terbilang istimewa karena ia diberikan grasi atau pengurangan masa tahanan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Tidak tanggung-tanggung pengurangan yang diberikan adalah sebanyak  5 tahun. Wanita tersebut adalah Schapelle Corby, yang lebih dikenal dengan Corby.  Hukuman yang diberikan kepadanya awalnya adalah 20 tahun penjara, karena kedapatan membawa mariyuana atau ganja dari Negeri asalnya, Australia, sebanyak 4 kg. Dan kini masa tahananannya menjadi 15 tahun saja. Grasi terbanyak yang belum pernah diberikan kepada warga Negara Indonesia sekalipun, yang malah diberikan kepada ratu mariyuana dari negeri asing, kata Pramono Anung, wakil ketua DPR RI (Metrotvnews.com, 23/05/2012). Awalnya usulan grasi ini dimunculkan oleh Kementrian Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin.  Memberikan grasi ini kepada Corby, dengan pertimbangan adanya perlakuan timbal balik terhadap warga Negara Indonesia, yang juga sedang ditahan di rumah-rumah tahanan atau penjara Australia (detikNews, 24/04/2012). Dan pada akhirnya disetujui oleh Presiden, dengan ditandatanganinya keputusan grasi tersebut.

Mengapa Diberi Grasi

Pemerintah Australia tidak pernah diam bila ada warganya yang terlibat konflik atau sedang mendapat konflik di Negara lain, seperti halnya terhadap Corby, warganya yang sedang ditahan di Indonesia. Pemerintah Australia terus  menekan pemerintah Indonesia agar memberikan grasi untuk Corby. Hal ini yang dilihat oleh Hikmahanto Juwana, pakar hukum internasional bahwa ada penekanan dari pemerintah Australia terhadap Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono,  “Presiden SBY tidak boleh terlihat lemah di mata publik Indonesia setelah mengabulkan grasi 5 tahun kepada Schapelle Corby. Ini mengingat publik Indonesia tahu bahwa Australia sudah menekan pemerintah Indonesia sejak lama untuk mengupayakan perlindungan bagi Corby," (detikcom, Selasa 22/05/2012). Seharusnya dari awal pemerintah Indonesia sudah lebih serius memperhatikan dan menangani kasus-kasus warga negaranya yang sedang ditahan di Negara lain. Sehingga tidak perlu sampai memberikan grasi kepada Corby, hanya supaya warganya yang sedang ditahan di Negara tersebut mendapat perlakuan timbal balik. Peristiwa ini menjadi tamparan yang telak untuk pemerintah, bahwa semakin tampak akan ketidakmampuannya untuk melindungi warganya yang sedang terbelit hukum di Negara lain.

Ada beberapa pertimbangan kenapa grasi tersebut diberikan kepada Corby. Berikut alasan-alasan yang diungkapkan oleh Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi. Pertama, grasi merupakan sistem hukum yang sah di Indonesia. Kedua, dikatakan bahwa Corby ‘hanya’ membawa ganja, bukan jenis narkoba lain seperti heroin dan ekstasi dan jumlahnyapun tidak sampai puluhan kilo atau ratusan kilo seperti yang biasa ditangkap polisi jumlahnya sampai ton-tonan. Jadi beberapa kilo ganja diganjar puluhan tahun, sementara di Negara tertentu tidak terjadi kriminalisasi terhadap ganja, terangnya (detiknews, 22/05/2012). Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil.  Walaupun beliau menyarankan kepada Presiden untuk meninjau kembali grasi yang akan diberikan kepada Corby. Bukan semata-mata karena kemanusiaan dan agar pemerintah Australia akan melakukan hal yang sama terhadap para nelayan Indonesia yang divonis pengadilan Australia akibat kasus traficking, terangnya (tribunnews.com, 26/04/2012)
Pemerintah seharusnya bersikap lebih hati-hati dalam memberikan grasi kepada para penjahat narkoba. Mengingat, kasus peredaran narkoba bukanlah perkara biasa saja, melainkan perkara yang harus diberikan hukuman  berat karena mengancam kehidupan manusia umumnya, dan kehidupan generasi muda khususnya. Sebagai pelaku narkoba Corby pantas mendapatkan hukuman yang berat tetapi malah diberikan keringanan. Grasi sudah diberikan, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakkan hukum di Indonesia,  semoga saja tidak bermunculan Corby-corby yang berikutnya. Terlebih lagi ia adalah warga asing, Australia, padahal banyak warga asing lainnya yang mengalami hal serupa tapi tidak mendapatkan grasi tersebut.

Pandangan Islam Tentang Narkoba

Bagaimana pandangan Islam dalam hal ini? Sepertinya  tidak akan ada yang menyangkal bahwa Narkoba adalah barang yang memabukkan walaupun bukanlah minuman keras. Sifatnya yang bisa membuat si pemakai tidak sadar diri, menutupi akal sehingga tidak menyadari semua perbuatan yang dilakukannya. Karena sifatnya itulah yang menggolongkan narkoba termasuk kedalam khamr. Seperti yang ditegaskan oleh Rasulullah saw, bahwa “Setiap zat yang memabukkan itu khamr, dan setiap zat yang memabukkan itu haram” (HR.Bukhari dan Muslim).

Pada hadist lain juga disebutkan bahwa “Sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnyapun haram” (HR. Ahmad dan Abu Daud). Dari penjelasan hadist ini dapat dipahami bahwa khamr dan narkoba adalah zat yang memabukkan, banyak maupun sedikit. Islam tidak hanya melarang dalam pengkonsumsiannya saja, tetapi juga yang berkaitan dengan pengadaan dan pihak yang mengadakannya.

Dalam hadist Rasulullah saw dijelaskan ada 10 golongan yang dilaknat terkait dengan khamr, yaitu orang yang (1) memeras/pembuat, (2) minta diperaskan, (3) meminum/mengkonsumsi, (4) membawakan, (5) minta dibawakan, (6) memberi minum dengannya, (7) menjual, (8) makan hasil penjualannya, (9) membeli, (10) yang dibelikan (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Di dalam Islam hukuman bagi pelaku jarimah (kejahatan) sangat jelas. Seseorang yang meminum minuman keras atau khamr dan yang berkaitan dengannya termasuk kedalam kategori jarimah juga. Pada masa keKhailfahan Umar bin Abdul Aziz, seseorang yang melakukan kejahatan dengan  meminum khamr dikenakan hukuman  40 sampai 80 kali cambuk. Lalu bagaimana hukuman untuk pengguna atau pengedar narkoba yang jelas sekali hukumnya seperti khamr, bahkan sejatinya lebih berbahaya dan merusak dari khamr? Jangankan dihukum dera atau cambuk sebanyak 80 kali, dikenakan hukuman penjara saja masih dikurangi pula. Itulah hukum buatan manusia, yang selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kepentingan dan kemaslahatan dirinya. Hukum yang seharusnya membuat pelaku kejahatan kapok dan insyaf,  malah dibuat ringan dan enak. Inilah hukum yang bukan berasal dari Allah SWT, sebagai Sang Khaliq tentu Allah yang lebih mengetahui seperti apa dan bagaimana manusia itu. Bila kita mau kembali memakai hukum-hukum Allah dalam segala lini kehidupan, termasuk dalam bermasyarakat dan bernegara, tentu keadilan dan ketentraman yang akan dirasakan. Jadi, tetap tolak toleransi untuk Corby!

Anjar Rosita Kurniawan

(Penulis adalah seorang Ibu Rumah tangga yang sedang tinggal di Brisbane, Australia)

Muslimdaily.net