Muhammad Abdullah Ash-Shulaihi, salah seorang tentara Yaman yang ditawan dan kemudian dibebaskan oleh Anshar Al-Shariah menceritakan pengalamannya selama menjadi tawanan mujahidin kepada situs Al-Murasilun, Ahad (27/5/2012).
Persepsi itu berubah total ketika realita di lapangan sangat bertolak belakang dengan doktrin yang ia terima. Ash-Shulaihi menuturkan, “Dengan karunia Allah, segala puji bagi Allah, setelah saya mengenal betul mereka, mereka adalah orang-orang yang kini paling saya cintai, karena kebaikan interaksi mereka kepada kami. Saya tidak merasa menjadi tawanan mereka, bahkan rasanya seperti bersama keluarga kami sendiri.”
“Saya merasakan seperti berada di tengah keluarga saya sendiri, karena saya menemukan pada diri mujahidin akhlak yang mulia, pergaulan yan baik, kesopanan, dan memuliakan tamu, bukan seperti perlakuan terhadap tawanan. Saya merasakan suasana keislaman yang sesungguhnya bersama mereka, dan saya sangat berterima kasih kepada mereka atas semua hal itu.”
Ash-Shulaihi mengisahkan saat-saat ia tertawan bersama rekan-rekannya, “Ketika kami menyerahkan diri kepada mereka di lembah Daufas, seorang ulama mereka mengangkat kantong kulit berisi air, melewati kami satu per satu, dan member minum kami satu per satu. Saat itu kami memang setengah mati kehausan setelah bertempur di lembah yang panas. Mereka lalu membagikan kepada kami satu per satu minuman juice, padahal saat itu kami masih berada di medan pertempuran.”
Ash-Shulaihi menambahkan, “Satu peristiwa yang mengejutkan saya, saat membagi-bagikan minuman juice kepada kami, salah seorang anggota mujahidin melemparkan botol juice kepada kami. Maka seorang ulama mereka menegurnya: ‘Jangan engkau lemparkan, bagikan ke tangan mereka satu per satu.”
(muhib almajdi/arrahmah.com)