-->

Tanah RI Diekspor Mentah-mentah, Karena Pemerintah Obral Izin Tambang

ResistNews - Pemerintah punya andil terkait terus berlangsungnya praktik ekspor tanah mentah-mentah seperti bijih besih, bauksit, maupun nikel ke luar negeri.

Pemerintah pusat dinilai belum memiliki cetak biru sektor pertambangan sehingga kebijakan sektor ini masih kacau, sementara itu pemerintah daerah rajin mengobral pemberian izin pertambangan.

Hal ini disampaikan oleh pengamat pertambangan yang juga Mantan Direktur Eksekutif Asosiasi Indonesian Mining Association (IMA) Priyo Pribadi Soemarno kepada detikFinance, Rabu (25/4/2012)

"Ini nggak sinkron antara izin yang dikeluarkan dengan kemauan untuk menyetop ekspor nggak sinkron. Mesti ada blue print, soal industri pertambangan berapa izin yang dikeluarkan dan produksi, sekarang belum ada," katanya.

Priyo mencontohkan, ketentuan dalam UU Mineral dan Batubara (Minerba) yang mengamanatkan penghentian ekspor bahan tambang mentah mulai 2014 tak mengacu perhitungan yang matang. Menurut waktu transisi selama 5 tahun dari 2009-2014 sebagai perhitungan politik saja, bukan berdasar kajian mendalam.

"Perhitungan 5 tahun itu, pemerintah ingin menyetop dulu, baru setelah itu dibuat persyaratan detilnya, kalau cara begini tidak bagus, pasti ada yang dirugikan," katanya.

Menurutnya jika ketentuan larangan sudah efektif di 2014, maka langkah selanjutnya tak semudah yang dibayangkan. Jika para perusahaan tambang tersebut didorong membuat smelter atau proses pengolahan mineral maka butuh dukungan yang kompleks. Saat ini para perusahaan tambang lebih memilih mengekspor mentah ketimbang jadi karena ada pertimbangan lainnya.

"Alasannya nggak mau smelter karena bisa jual mentah, tidak semua perusahaan bisa membuat smelternya sendiri. Smelter butuh energi, apakah listrik atau gas. Kalau tinggi harganya harga alumuniumnya tinggi siapa yang mau beli di pasar ekspor," katanya.

Saat ini memang pemerintah pusat mulai menekan aktivitas ekspor bahan tambang mentah-mentah antaralain melalui peraturan menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral.

Kebijakan ini langsung diprotes para perusahaan tambang, misalnya pengusaha Bauksit dan Biji Besi merasa keberatan dengan Permen tersebuy terutama soal pasal 21 yang melarang pemegang izin usaha pertambangan (IUP) menjual bijih mineral keluar negeri sejak diberlakukannya peraturan menteri tersebut per 6 Februari 2012.

Sementara itu, pengusaha nikel berasalan melakukan penolakan terhadap Permen ESDM itu karena belum tersedianya infrastruktur untuk pembangunan pabrik peleburan nikel. Bahkan, sebagian besar tambang nikel berada di wilayah Indonesia Timur belum mendapat suplai listrik dengan kapasitas besar.

"Bagaimana mungkin, kita bangun pabrik kalau tidak supply listrik," kata Ketua Asosiasi Nikel Indonesia Shelby Ihsan Saleh beberapa waktu lalu. (hen/dnl/dtk)