Seperti
yang diberitakan VOA online (22/04) gerakan Occupy Wall Street saat ini
menuduh maraknya korupsi di kalangan elite yang dilakukan
perusahaan-perusahaan besar dengan menggunakan sebuah kelompok lobi
khusus untuk membeli suara para anggota DPR Amerika.
Pfizer, perusahaan farmasi terbesar di dunia, adalah salah satu
sasaran para aktivis itu. Para pemrotes berkumpul di kantor pusat Pfizer
di New York baru-baru ini, melemparkan tuduhan bahwa perusahaan
tersebut mengenakan harga 50 dolar bagi obat-obatan yang sebenarnya
hanya mengeluarkan biaya lima sen untuk membuatnya.
Dokter anak Steve Auerbach mengutarakan, “Rakyat Amerika membayar
antara dua hingga empat kali harga bagi obat yang sama, yang diproduksi
oleh perusahaan-perusahaan obat yang sama di negara-negara industri
lainnya. Rakyat Kanada membayar separuh harga, sementara di Selandia
Baru, orang-orang membayar seperempat harga yang kita bayar.”
Seorang pemrotes membawa sebuah tas yang dipenuhi uang mainan,
mencerminkan tuduhan para demonstran bahwa perusahaan-perusahaan besar
telah membeli para legislator untuk memperoleh keuntungan politik.
Para pemrotes itu memusatkan pada organisasi American Legislative
Exchange Council, yang disingkat ALEC. Apa ALEC itu? Aktivis Gabriel
Johnson menjelaskan, “ALEC adalah sebuah organisasi yang dibentuk
perusahaan-perusahaan besar agar para legislator negara bagian
memberikan suara mereka untuk menyetujui rancangan undang-undang yang
diusulkan oleh perusahaan-perusahaan itu.” Situs ALEC menyebutkan bahwa
organisasi itu melobi kelompok yang mendukung pasar bebas dan peran
pemerintah yang terbatas.
Sekitar 200 demonstran Occupy Wall Street juga melakukan unjukrasa
menentang Bank of America, menuduh lembaga keuangan ini mengeruk
keuntungan dengan secara sengaja memberi kredit pemilikan rumah (KPR)
kepada orang-orang yang tidak mampu membayarnya.
“Orang-orang terpaksa menyerahkan kembali rumah mereka. Jadi bank itu
telah menjual angan-angan Amerika kepada banyak orang. Bank of America
adalah perusahaan besar; mereka punya banyak pelobi,” demikian ungkap
aktivis Anthony Robledo. Para demonstran Occupy Wall Street itu juga
menarget perusahaan-perusahaan di kota-kota lain
Praktik
suap pun banyak dilakukan perusahaan Amerika di Negara lain , termasuk
Indonesia. Biro investigasi federal Amerika Serikat (AS) atau FBI
mengungkapkan adanya praktek suap yang dilakukan perusahaan AS di
Indonesia. Terutama perusahaan AS yang mempunyai daerah beroperasi di
wilayah Indonesia.
“Ada
kasus-kasus yang melibatkan perusahaan yang beroperasi di Indonesia dan
itu berada di bawah FCPA (Foreign Corrupt Practices Act) atau di bawah
UU antikorupsi,” kata Gary Johnson, Kepala Unit Penanganan Korupsi FBI. Hal
tersebut disampaikan dalam jumpa pers Konferensi Pemberantasan Praktik
Penyuapan Pejabat Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional di Hotel
Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Rabu (11/5/2011).(FW/hizbut-tahrir.or.id)