-->

Densus, Mbai, dan Media Sekuler Sembrono; Skenario Orang Rakus

ResistNews - Berangasan, memfitnah sembarangan, itulah yang terjadi pada kasus penyergapan “terduga teroris” di Denpasar, Bali.
Tempat kejadian perkara (TKP) yang pertama terjadi di Jalan Gunung Sapotan, Denpasar Densus 88 membunuh dua orang terduga ‘teroris’ atas nama HN (32 tahun asal Bandung) dan AG (30 tahun yang merupakan warga Bali tinggal di Jimbaran). HN menurut pihak kepolisian merupakan salah satu Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus CIMB Medan, Sumatera Utara.
Sedangkan di TKP kedua, Densus 88 menembak mati tiga orang yaitu UH alias Kapten, DD (27 tahun asal Bandung) dan M yang nama aliasnya disebut-sebut sebagai Abu hanif (30 tahun asal Makasar).
Dalam aksi-aksi ala koboinya, semakin hari aksi mereka semakin ganas. Mungkin juga semakin thes (jawa-red), tembak di tempat. Namun hal ini sepertinya juga dibarengi sikap mereka yang semakin tidak akurat dari hari ke hari, terutama mengenai akurasi serangan dan informasi.

Setidaknya ada dua keteledoran yang bisa dipetakan dari kerja para pemberantas pada kasus ini  :
1. Densus 88 ternyata sangat salah sasaran.
Sudah menjadi pola bahwa kebanyakan operasi Densus 88 selalu menghasilkan kematian bagi mereka-mereka yang diduga teroris. Hal ini sepertinya sudah menjadi standar baku dalam kebanyakan operasi mereka. Hingga akhirnya setiap aksi koboi Densus 88 bisa dianalogikan sebagai aksi penghukuman tanpa prosedur penegakan hukum.
2. Media Sekuler dan Ansyaad Mbai sangat bernafsu untuk menjadikan gerakan Islam sebagai tertuduh
Mungkin memang sudah dasar keyakinan kalangan ini yang sangat membenci penegakan syariat, dengan serta merta media dan kepala BNPT langsung saja mengaitkan peristiwa ini kepada keterlibatan JAT. Pertanyaan tentang keterkaitan JAT dari media, malah dijawab Mbai ngalor ngidul ke pembahasan NII dan JI.  Ini menunjukkan bahwa mereka sangat nafsu menjadikan penegak-penegak syariat Islam sebagai public enemy (apapun metode yang dipakai).

Dua poin di atas berkaitan erat dengan hasil pengumuman Polda Bali bahwa ternyata mereka yang dihabisi oleh Densus 88 adalah murni pelaku kriminal biasa.
Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar Polisi Hariadi menyatakan, lima orang yang ditembak mati di Denpasar, Minggu (18/3) malam, bukan teroris, melainkan tersangka perampokan. Dia menambahkan, penanganan kasus ini juga tidak ada kaitannya dengan isu sebelumnya terkait penyusupan teroris ke Bali, termasuk informasi yang beredar di jejaring sosial dan pesan telepon seluler.
Sungguh sangat kejam media-media sekuler tersebut ketika mengaitkan gerakan-gerakan Islam dengan perampok secara terburu-buru dan tidak akurat. Bahkan media seperti detikcom menjadikan topik JAT Terkait Teroris Bali sebagai bahan jualan utama, yang didasari pada pernyataan tendensius Ansyaad Mbai.
Dengan adanya kasus penyebaran kebohongan ini menjadikan tuduhan bahwa kasus terorisme sengaja dihembuskan untuk mengalihkan isu semakin menguat. Meskipun sebenarnya pengalihan-pengalihan isu semacam ini pada dasarnya adalah sebuah perbuatan zalim dan merugikan yang secara jangka panjang hanya akan menghancurkan reputasi penguasa saat ini.
Mereka mencari pelarian dan onani pencitraan dari kasus-kasus yang banyak menimpa kalangan pemegang tongkat eksekutif, yudikatif dan legislatif pada hari ini, yang pada akhirnya hanya akan membuat permasalahan pokok menjadi berlarut-larut.
Selain itu BNPT disinyalir memang sedang membutuhkan dana segar bagi keberlangsungan organisasi mereka. Sinyalemen tersebut disampaikan pengamat terorisme Umar Abduh kepada itoday (9/3). "Bakrie, tvOne, Karni Ilyas, BNPT, dan Densus 88 telah jadi satu dalam rangka mengeruk anggaran negara melalui proyek penanggulangan terorisme," ungkap Umar.
Seperti diberitakan sebelumnya, BNPT meminta gedung baru yang lebih permanen dan representatif senilai Rp 210 miliar. Diharapkan anggaran pembangunan gedung dapat direalisasikan dalam APBNP 2012. Dalam rapat kerja di Komisi III DPR, Kamis (8/3), Ansyaad Mbai mengajukan tiga opsi gedung baru BNPT, salah satunya di Wisma Bakrie II.
“Dari hasil pemeriksaan kepada kelompok ini selama 10 tahun terakhir, jelas tujuan mereka adalah Negara Islam, khilafah dan penegakan syariat Islam. Jadi sama dan  sebangun dengan NII (Negara Islam Indonesia).” ujar Mbai kepada reformata ketika ditanya mengenai radikalisme.
Memang kaum sekuler yang menjadi boneka Amerika Serikat, sebagai wujud terbesar dari persekutuan modern Yahudi-Nasrani pada hari ini, tidak akan pernah rela kepada pejuang syariat, sebelum pejuang-pejuang tersebut mengikuti millah demokrasi, pemilu, dan nasionalisme. Hal yang sering dinyatakan oleh Ansyaad Mbai bahwa apapun bentuk perjuangannya, baik halus maupun kasar, penegakan syariat dan daulah merupakan musuh NKRI.
Apalagi media sekuler dan BNPT sama-sama membutuhkan kebutuhan primer yang lebih segar. Wartawan media sekuler sangat kelaparan hingga menghalalkan segala cara untuk menyenangkan bosnya yang ingin mendapatkan pengakuan sebagai pancasilais sejati demi meraih dukungan politik. Sementara BNPT butuh rumah baru yang lebih representatif. Apakah atap rumah BNPT yang lama sudah bocor ?[sksd/shtslm]