Tindakan Barak tersebut meningkatkan emosi dari kelompok sayap kanan Israel, yang mendukung penuh keberadaan para pemukim dan telah bersumpah untuk menentang adanya pembekuan pembangunan pemukiman selama 10 bulan yang sebelumnya diumumkan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, di bawah tekanan Washington pada penghujung bulan November lalu.
Tindakan Netanyahu tersebut memicu lahirnya gelombang konfrontasi antara para pemukim dan pasukan militer di sepanjang wilayah Tepi Barat.
Sejumlah prajurit ultra ortodoks, yang merupakan alumnus jaringan seminari dan telah mendapatkan perintah dari para rabbi uuntuk menolak perintah pembongkaran pemukiman. Ada puluhan orang prajurit yang dijebloskan ke dalam penjara, sementara lainnya hanya mendapatkan teguran.
Dengan semakin meningkatnya pembangkangan prajurit, Barak, yang merupakan mantan kepala staf militer, meletupkan amarahnya pada tanggal 13 Desember lalu. Barak mendepak sebuah seminari di Tepi Barat, yang bernama hesder yeshiva, karena rabbi kepala seminari tersebut, Eliezer Melamed, menolak untuk mengecam tindakan pembangkangan para prajurit pro-pemukim.
Peristiwa tersebut merupakan yang pertama kalinya terjadi, dimana ada sebuah yeshiva (institusi) yang tidak diakui oleh militer Israel, sejak militer Zionis mengadakan kesepakatan dengan sebuah kelompok seminari pada tahun 1950an, dimana dalam kesepakatan tersebut, para siswa akademi bisa menggabungkan pelajaran kegamaan dengan layanan militer.
Saat ini tercatat ada lebih dari 40 institusi ssemacam itu, lebih dari setengahnya terletak di dekat pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Seminari Rabbi Melamed merupakan bagian dari pemukiman Har Bracha, yang merupakan tempat hunian para pemukim Yahudi garis keras.
Melamed menyampaikan khotbah yang intinya menegaskan bahwa para prajurit yang religius terikat dengan hukum-hukum Tuhan untuk menolak mematuhi perintah evakuasi pemukiman atau mencegah proses konstruksi di pemukiman.
Perpecahan ideologi tersebut muncul beberapa pekan menjelang penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza pada bulan September 2005, dimana ada sejumlah prajurit menolak untuk menindak para pemukim Israel.
Tindakan tidak terduga Barak terhadap salah satu seminari paling ideologis tersebut menyulut bara api amarah di kalangan warga Israel yang religius.
Perlu digarisbawahi bahwa militer Israel merasa gelisah dengan perseteruan antara kaum Yahudi ultra ortodoks, yang meyakini bahwa Tuhan memberikan Yudea dan Samaria (Tepi Barat) kepada Israel, dan kaum Yahudi sekuler yang mendukung gagasan untuk mengakhiri penjajahan Tepi Barat yang telah berlangsung selama 42 tahun, sebagai bagian dari kesepakatan damai dengan Palestina.
Para rabbi dalam tubuh kemiliteran telah menentang keputusan pemerintah dan petinggi militer selama berbulan-bulan.
Dalam pembantaian 22 hari di Jalur Gaza pada bulan Desember tahun lalu hingga Januari 2009, para rabbi menyebarkan pamflet kepada para prajurit. Isi selebaran tersebut menyamakan pertempuran Gaza sebagai "perang melawan kejahatan" dan menganjurkan para prajurit untuk membantai para musuh (rakyat Palestina).
Barak merasa khawatir jika kamp nasionalis religius Israel memberikan simpati kepada para prajurit muda yang mengabaikan perintah komandan mereka.
Seorang pengamat mengatakan, "Tindakan Barak tersebut tampaknya hanya merupakan upaya terlambat untuk menenangkan para Yahudi fundamentalis. Namun, diperlukan lebih banyak upaya untuk mencapai hal tersebut.
Barak membuat marah para pemukim dan jaringan yeshiva, sejumlah perwira militer khawatir jika sampai hal tersebut mempengaruhi para prajurit religius lainnya untuk turut membangkang perintah penghentian ekspansi pemukiman Yahudi, meski Netanyahu hanya setuju untuk membatasi pembangunan, bukan menghentikan pembangunan pemukiman ilegal, seperti yang diinginkan Washington.
Sejumlah pengamat memperkirakan adanya bentrokan baru yang keras dan melibatkan para prajurit pembangkang.
Disaat ketegangan semakin memuncak di kedua kubu, para pejabat militer pada hari Minggu lalu mengungkapkan bahwa pemerintah Israel mungkin akan segera menugaskan unit komando khusus, pesawat pengintai tanpa awak, dan peralatan pengacak sinyal seluler, untuk membantu proses penghentian pembangunan pemukiman.
Para pemukim Yahudi ilegal marah dan bersumpah untuk melawan segala bentuk upaya pemerintah untuk menghentikan mereka. Reaksi tersebut membuat Barak, pemimpin sekuler dari Partai Buruh, memperingatkan para pemukim bahwa dirinya akan melancarkan kekuatan militer penuh jika para pemukim menolak mematuhi perintah negara.
"Para rabbi mengatakan bahwa "tanah Israel" adalah tanah yang suci, lebih suci dari perintah pembongkaran pemukiman," kata Yossi Alpher, mantan penasihat Yitzhak Rabin yang kini menjadi editor dari bitterlemons.org, sebuah witus web Israel-Palestina yang mendorong proses dialog.
"Hal ini bisa dipandang sebagai langkah pertama dari perpecahan besar antara etos keamanan sekuler dan kaum nasionalis religius." (dn/up) www.suaramedia.com