-->

“Ketika Sekularisme Gagal, Ditawarkanlah Pluralisme dan Multikulturalisme”



+ResistNews Blog - Tampil sebagai pemakalah ketiga dalam workshop dan seminar Pemikiran Islam program kaderisasi ulama, Cecep Supriadi menyajikan materi mengenai Relasi Islam dan Negara. Ia mengawali pembahasannya dengan menyampaikan beberapa statemen tokoh nasional mengenai relasi Islam dan Negara, Ahad (22/02).

“Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011 mengatakan bahwa Indonesia bukan negara sekuler, meskipun pada 2014 malah berujar sebaliknya. Mahfud MD menyatakan bahwa Indonesia bukan negara sekuler, tetapi juga bukan negara agama. Ia menambahkan, negara Indonesia adalah darusalam, bukan darul Islam,” ujarnya dalam acara kerjasama Universitas Darusalam Pondok Modern Gontor dengan Takmir Masjid Nurul Huda UNS itu.

Menurut Cecep, secara umum, ada tiga pandangan dalam memandang relasi Islam dengan agama. Pertama, pandangan integralistik, yakni paham yang menyatakan bahwa negara tunduk di bawah diktum agama. Kedua, pandangan sekuleristik, yakni paham yang menyatakan bahwa agama terlalu suci dan sakral untuk bergabung dengan politik yang kotor. Ketiga, pandangan simbiotik, yakni paham yang tidak memisahkan relasi antara agama dan negara, tetapi juga tidak menyatukan sepenuhnya.

“Seperti yang kita telah ketahui, Islam merupakan agama yang sempurna. Islam tak hanya mengatur mengenai individu dan masyarakat, tetapi juga mengenai komunitas dengan seperangkat pemerintahan, hukum, dan institusi yang kita sebut sebagai negara,” paparnya dihadapan 200 peserta yang hadir.

Ia juga menyatakan, ketika gagasan mengenai sekularisme gagal, ditawarkanlah pluralisme dan multikulturalisme. Problem mendasar yang dihadapi dewasa ini adalah sekularisasi yang terjadi di Indonesia melalui paham pluralisme dan pendidikan multikulturalisme sebagai salah satu saluran penyebarannya, ungkapnya.

“Padahal, kedua pandangan ini telah gagal membentuk manusia yang beradab,” pungkas Cecep. (Alikta H S/muslimdaily.net/ +ResistNews Blog )